Archive | May 2013

[Manic Monday] Aplikasi Chat Sebagai Platform Hiburan

Belakangan ini, layanan-layanan chat seperti KakaotalkLINEWechat, dan sebagainya sedang seolah-olah berperang dalam merebut perhatian pelanggan, dengan harapan mereka akan mengunduh dan menggunakan aplikasinya. Beberapa perusahaan sampai mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk menunjuk ambasador yang dikenal masyarakat dan memasang iklan pada jam tayang TV prime time. Berbagai fitur dikembangkan dan program promosi dijalankan – bahkan fitur seperti stiker mulai ditiru oleh aplikasi yang sebelumnya tidak memiliki layanan chat, contohnya Path.

Berkomunikasi melalu pesan singkat tentunya bukan hal baru, karena dari awal mulanya internet banyak digunakan, sudah ada wadah-wadah seperti mIRC, dan Yahoo! Messenger yang masih populer (tapi entah kenapa belum melangkah secara berarti dalam mobile messaging). Yahoo! Messenger lebih dahulu ada sesuatu yang sifatnya mirip stiker, yaitu Yahoo! Audibles, yang menurut saya sedikit lebih menarik karena menggabungkan kartun dan suara (tapi tentunya, mungkin terlalu berat untuk didistribusikan melalui jaringan selular).

Baca selanjutnya di Dailysocial.

[Manic Monday] Menghindari Digital Hanya Untuk Digital

Kumpul-kumpul diskusi kelompok Musik, Kewirausahaan dan Teknologi yang kedua sukses terlaksana hari Sabtu lalu, menampilkan beberapa diskusi yang menarik, yang digawangi oleh beberapa pembicara yang piawai di bidangnya.Oon sempat bercerita soal pembuatan aplikasi mobile untuk musik, kemudianArian menjelaskan potensi bisnis yang datang dari music merchandising.Bangwin, yang sudah belasan tahun berkecimpung di digital communities, menceritakan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan dalam mengelola komunitas fans, dan Ricky Andrey membagikan sesuatu yang menarik: melihat band sebagai startup dari sisi legal.

Tujuan forum ini memang untuk menyediakan tempat diskusi, tukar pendapat dansharing ilmu untuk para pegiat dan pemerhati industri musik, yang mudah-mudahan memberi landasan ilmu dan ide yang sama untuk memajukan industri musik Indonesia secara umum. Semakin banyak orang yang terlibat, baik dari dalam industri maupun dari luar industri, semakin baik, karena semuanya akan menyumbangkan sesuatu pada wacana perkembangan industri musik. Seperti yang telah saya sering ceritakan lewat kolom ini, semakin banyak pihak yang terlibat dalam pengembangan industri musik, semakin baik, dan semakin baik lagi kalau semua pemain ini terhubung dalam sebuah ekosistem yang saling mempengaruhi dan saling menguntungkan. Jadi, ekosistem harus membesar, dan menciptakan situasi yang menganjurkan simbiosis mutualisme antara fans, musisi dan pekerja industrinya.

Baca selanjutnya di Dailysocial.

Meluruskan Beberapa Miskonsepsi Soal e-KTP dan RFID

Karena lagi ramai soal e-KTP dan RFID, gue sebagai bagian dari Wooz.in yang nota bene kerjaannya banyak di RFID, pengen meluruskan beberapa miskonsepsi, yang muncul dari pemerintah, media maupun pembicaraan orang di social media.

1. e-KTP bisa rusak kalau difotokopi

Jadi gini. teknologi RFID di dalam e-KTP itu memang ada titik rusaknya, yaitu kalau fisik kartunya sendiri rusak (misalnya dipukul pake palu, distaples, dipotong, dan lain-lain). Dan kalau kena panas tinggi, memang chip RFIDnya bisa rusak, karena meleleh. Kalau kejemur di matahari lama, kadang-kadang bisa berdampak tidak bisa dibaca walaupun efeknya hanya sementara.
Tapi kalau sekedar kena sinar mesin fotokopi, mau diapain juga nggak akan rusak.

Ada pembicaraan bahwa penyinaran lampu Xenon mungkin dapat mengganggu fungsi chip RFID di sini tapi ya itu masih dalam tahap diskusi. Lampu Xenon memang banyak digunakan dalam mesin fotokopi.

Wong tadi gue fotokopi kartu RFID, tetep bisa dibaca tuh.

2. e-KTP belum ada chip

Jadi ya, chip RFID itu tertanam dalam kartu, tidak tampak seperti halnya chip kartu kredit. Contoh kartu RFID dibongkar ada di sini: 

e-KTP malah compatible dengan beberapa alatnya Wooz.in, dan gue bisa kasi tau mereka pakai jenis chip apa dan pabriknya yang mana.

3. Kelurahan/Kecamatan hanya perlu membeli reader RFID

reader RFID itu hanya untuk membaca data yang tertanam di dalam chip RFID, tapi format data itu dalam bentuk apa? dari penelitian kami, data yang ditulis dalam chip RFIDnya e-KTP itu ditulis dengan program database khusus (nggak keliatan nama programmnya apa), sehingga untuk membacanya harus menggunakan program yang sama. Nah, program ini sudah didistribusikan dengan baik ke kecamatan/kelurahan belum? sudah ada training untuk menggunakannya? Dan perlunya reader saja, atau reader yang bisa write data juga?

Mudah-mudahan jelas dan silakan disangkal kalau gue ada yang salah.

[Manic Monday] Memberdayakan Musik Dengan Data

Beberapa tahun lalu, jaman saya masih kuliah, saya memiliki sebuah USB thumb drive. Saat itu masih sangat baru dan belum banyak orang memilikinya, sampai saya perlu membawa CD installer drivernya ke mana-mana. Thumb drivetersebut sanggup memuat data sebesar 64 MB, lebih besar dari satu kotak disket yang dahulu selalu saya bawa ke mana-mana, dan pastinya tidak rentan terhadap jamur. Dan hari ini, sepertinya thumb drive ukuran tersebut bahkan sudah tidak dijual; muatan memori 1GB saja biasanya sudah jadi hadiah bonus dan tidak dijual.

Revolusi pertumbuhan penyimpanan data turut mendukung berbagai layanan dan permainan berkembang dan memanfaatkan kemampuan penyimpanan data yang makin besar, seiring dengan makin tingginya kecepatan koneksi internet. Semakin banyak data yang dapat disimpan dan dikomunikasikan – smartphone saja sudah memiliki memori internal standar yang melebihi 64MB. Internet sendiri sudah bukan hanya media penyampaian data, tapi data tersebut sudah diolah berdasarkan keinginan kita. Contoh paling sederhana: mesin pencari akan mencarikan semua halaman web yang sesuai dengan kata-kata kunci yang kita berikan.

Baca lanjutannya di Dailysocial.