[Manic Monday] Dekonstruksi Budaya Pop Melalui Layanan Streaming
Sebelum masa internet, alur budaya modern, atau lebih tepatnya budaya pop, bisa dibilang sangat linier. Ada yang disebut musik ‘masa lalu’, ada yang baru, ada yang progresif, ada yang retro, dan sebagainya. Berbagai genre dan label diusung musik dari seluruh dunia, biasanya untuk mempermudah orang lain mengkomunikasikan soal musik ke orang lain di saat belum bisa didengarkan. Misalnya: papasan dengan teman di jalan, dan cerita soal band bernama Led Zeppelin. Tanpa label dan genre tadi, pasti sulit untuk menjelaskan musik Led Zeppelin seperti apa, apalagi di masa belum ada pemutar musik yang portabel. Sekarang, tinggal memberikan tautan YouTube atau mendengarkan dari HP teman.
Adanya musik ‘baru’ dan ‘lama’ tentunya sangat penting bagi sebuah industri musik rekaman, yang bisa dibilang hanya dapat menjual produknya sekali ke orang yang sama, apalagi jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaanfast-moving consumer goods yang menjual sabun, shampoo dan makanan siap saji. Pengulangan pembelian ke perusahaan yang sama hanya akan terjadi apabila ada produk baru, sehingga siklus media promosi musik pun dibentuk untuk terus mempromosikan yang baru, dan menggeser yang lama. Pola ini timbul bukan saja di musik, tapi di berbagai industri: film, fashion, buku, dan sebagainya.
Baca selanjutnya di Dailysocial.