Urusan Hak Cipta Lagu Dalam Kampanye Capres, Gimana Tuh?
Beberapa hari ini social media ramai dengan lagu “Prabowo-Hatta We Will Rock You” yang dibuat khusus videoklipnya oleh Ahmad Dhani. Klipnya ada di sini (kalau belum diturunkan). Ya intinya itu adalah lagu “We Will Rock You”nya Queen, tapi diganti liriknya. Tentunya karena lagi masa kampanye calon presiden, ini menjadi isu yang ramai sekali, terutama karena ‘perselisihan’ antara pendukung calon nomor 1 dan nomor 2 cukup tinggi. Terlebih lagi karena perhatian dunia pun sepertinya juga ikut mengamati jalannya proses kampanye calon presiden ini.
Nah bahasan pagi ini di kalangan industri musik, memangnya Queen sudah memberikan izin pada Ahmad Dhani untuk menggunakan lagunya, apalagi untuk kampanye calon presiden? Dari kubu pendukung Jokowi JK pun ada penggunaan lagu Owl City, apakah ini ada izinnya?
Undang-undang Hak Cipta Indonesia itu terakhir dirumuskan tahun 2002, dan draft barunya sedang diajukan ke DPR saat ini yang lebih mutakhir; namun untuk saat ini, kita mengacu ke UU Hak Cipta 2002. UU Hak Cipta pasal 15 menyebutkan:
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta:
a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan
pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
(i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
(ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille
guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat
apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau
pendidikan, dan pusat dokumentasi yang no nkomersial semata-mata untuk keperluan
aktivitasnya;
f. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Yang paling perlu diperhatikan dalam kasus ini adalah ayat C, yang kurang lebih mengatur soal fair use untuk hak cipta (termasuk hak cipta lagu). Esensinya adalah, hak cipta melindungi Pencipta dengan hak ekslusif untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya (Pasal 2 ayat 1), sehingga dasarnya, semua penggunaan hak cipta itu paling tidak perlu izin dari penciptanya, terlepas dari implikasi komersil yang mungkin timbul.
Pasal 15c memberikan keleluasaan atas prinsip ini, sejauh hak cipta milik orang lain tersebut digunakan untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan untuk pertunjukan/pementasan gratis, dengan syarat tidak merugikan “kepentingan yang wajar” dari pencipta. Kalau di luar negeri aturan mengenai parodi lebih jelas, namun di UU Hak Cipta Indonesia tidak dinyatakan jelas, parodi itu kedudukannya di mana, dan hanya diatur oleh Pasal 15C tadi.
Karena Pasal 15c tidak menyebut parodi secara khusus – satu-satunya kategori di mana karya Ahmad Dhani maupun para pendukung Jokowi-JK yang membuat parodi lagu Owl City bisa diterima secara hukum, karena kalau dari sisi lain, jelas melanggar – maka dari itu kedua karya (dan karya-karya lain bisa dimasukkan ke ‘pertunjukan atau pementasan tanpa dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta’.
Nah, ‘kepentingan yang wajar’ ini dapat diartikan secara luas – belum tentu secara bisnis atau ekonomi saja, bisa juga kepentingan politik, moral, atau ya sesuka si pencipta pada akhirnya, selama masuk kategori ‘wajar’. Balik lagi ke esensinya, ada izin atau nggak? Dan kalau akhirnya si pemilik hak cipta (atau pihak yang dikuasakan untuk mewakili) sudah mengetahui pemakaian hak cipta oleh orang lain, apakah tetap diberikan izin?
Yang membuat kasus ini menjadi makin rumit adalah, dunia hak cipta/copyright ini memang sesuatu yang tidak banyak diketahui orang awam, karena memang sangat rumit. Sekelompok mahasiswa yang tidak bergerak di hak cipta pastinya tidak tahu, lha wong kesadaran soal hak cipta di kalangan mahasiswa sastra, desain, arsitek dan sebagainya pun belum tentu tinggi. Tapi seorang musisi kenamaan, masa sih nggak ngerti soal proses pengajuan penggunaan lagu, sesuai aturan hak cipta.
Pada akhirnya, kalau secara prinsip melanggar, akan balik lagi ke pencipta atau pihak yang dikuasakan pencipta (misalnya, publisher/penerbit musik) akan menindak atau nggak. Biasanya akan ada permintaan menurunkan konten dari Youtube dan jalur distribusi lain, kalau memang pihak pencipta keberatan. Ekstrimnya bisa ada tuntutan hukum. Tentunya, karya cipta lagu orisinil dari para pendukung capres manapun pastinya status hak ciptanya lebih jelas, maupun izin penggunaannya.
Hat tip to geng FGD Industri Musik dan Aulia Masna yang ikut membahas pagi ini.
Disclaimer: artikel ini membahas soal hak cipta. Kalau mau bahas yang lain silakan di tempat lain saja ya.
namanya juga kampanye gan, apapun bisa dilakukan, dan kalo sudah mendapat ijin ya gak masalah, mungkin antar kubu saling menjatuhkan untuk pemenangan pilpres pilihan mereka